Seminar Nasional STIA Banten
Kesimpulan Seminar Nasional STIA Banten di Hotel Permata Krakatau, Anyer Pandeglang
Kesimpulan Seminar Nasional STIA Banten di Hotel Permata Krakatau, Anyer Pandeglang
“MENILAI HASIL EVALUASI KINERJA DPRD PROVINSI BANTEN”
Pembicara :
1. Dr. Lili Romli M Si, pengamat politik sekaligus peneliti LIPI
2. KH. Sadeli Karim, Pengurus Besar Mathlaul Anwar (PB MA)
Moderator :
1. Vitron, Alumni STIA Banten sekaligus Dosen STIA Banten
Seminar ini diselenggarakan dalam menilai hasil evaluasi kinerja DPRD Provinsi Banten yang tidak merata.
Seminar diselenggarakan pada hari Sabtu, 16 Juli 2011.
Program Studi Administrasi Negara STIA Banten
I. Latar Belakang
Urgensi Seminar
Seminar Administrasi Negara yang diselenggarakan pada tanggal 16 Juli 2011 ini bukanlah suatu perhelatan ilmiah yang berangkat dari ruang kosong. Namun suatu kegiatan akademik yang mencoba merespon dan menyikapi permasalahan yang berlangsung dalam tatanan kongkrit dalam rangka mengusung pembangunan dan kemajuan daerah yang berlandaskan moralitas dan etika politik serta kepentingan masyarakat secara lebih luas.
Oleh karena itu landasan pijak seminar Administrasi Negara ini berangkat dari upaya peneguhan kembali penegakkan keinginan dan aspirasi sebagian besar masyarakat Banten untuk mengaktualisasikan cita-cita kehidupan masa depan yang lebih baik, setelah berpisah dengan Jawa Barat dan membentuk suatu propinsi tersendiri.
Dalam konteks politik lokal. Diberlakukannya otonomi daerah (Otda) melalui Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, saat ini belum menampakkan efektifitas dan efisiensinya yang maksimal bagi kepentingan rakyat. banyak kalangan mengkhawatirkan munculnya “raja-raja kecil” di daerah. Di Banten, kekhawatiran itu menjadi bukti. Diantaranya para wakil rakyat di DPRD Propinsi Banten 2009-2014 yang tidak terlepas dari lingkaran elit lokal yang akhir-akhir ini sering dipertanyakan kinerjanya, terutama menyangkut soal Pembangunan yang tidak merata.
II. Seminar
Kekuatan politik yang tidak signifikan mempengaruhi kinerja DPRD sebagai wakil rakyat, yang selayaknya bekerja mewakili aspirasi masyarakat khususnya masyarakat Propinsi Banten. Kenyataannya kinerja DPRD Propinsi banyak yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat Propinsi Banten itu sendiri. Sejak berjalannya pemerintahan daerah Banten dalam periode 2009 – 2014 belum menunjukan hasil yang maksimal, terutama daerah-daerah terpencil yang membutuhkan perhatian pemerintahan daerah Banten terabaikan begitu saja. Sarana dan prasarana yang dijanjikan sebelum pemilihan anggota pemerintahan belum maksimal bahkan terbilang lamban dalam penyaluran dana operasional untuk pembangunan daerah. Padahal sarana dan prasarana tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat khususnya wilayah daerah terpencil untuk kepentingan masyarakat dalam menaikan tarap hidup dan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Bidang-bidang sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat terpencil meliputi:
1. Infrastruktur
2. Pendidikan
3. Kesehatan
4. Lapangan kerja
5. Pelayanan
Dengan adanya para wakil masyarakat yang menduduki kursi di pemerintahan daerah sebagai penyambung lidah kepada pemerintahan pusat tinggallah sebuah harapan, pembangunan infrastruktur jalan raya yang dapat memperlancar akses
masyarakat daerah ke kota tidak kunjung adanya perbaikan, gedung-gedung yang sudah tidak layak lagi untuk mengeyam pendidikan sebagai sarana belajar mengajar tidak lagi diperhatikan, biaya sekolah yang mahal membuat kebanyakan masyarakat miskin yang tidak mampu lagi untuk melanjutkan sekolah kejenjang lebih tinggi. Lapangan kerja yang sulit, banyaknya penggangguran, sehingga membuat masyarakat berada digaris kemiskinan.
Mengapa hal ini terjadi pada masyarakat provinsi Banten? Kesalahan siapa? Apa kerja Pemerintahan DPRD Provinsi Banten selama ini?
Menurut pengamat politik sekaligus peneliti LIPI Dr. Lili Romli selaku pembicara pada seminar nasional Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara mengatakan bahwa Dewan hanya fokus kepada isu politik dan uang, sehingga lupa tugas yang seharusnya diamanahkan pada pundaknya untuk lebih mementingkan kepentingan masyarakat terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan. Seharusnya anggota DPRD idealnya melaksanakan fungsi dan perannya sesuai UU Nomor 19 Tahun 2006. Namun kenyataannya, anggota DPRD masih memandang konstituen sebagai elemen penting dalam penyusunan kebijakan yang salah satu buktinya tidak adanya prosedur bagi partisipasi masyarakat, serta penjaringan aspirasi masyarakat (jaring asmara).
Selain itu, pengalaman dan kemampuan anggota Dewan relative terbatas, terutama terkait dengan pendataan berbagai hal yang terkait dengan pembangunan. Sampai saat ini, menurutnya, Pemerintah daerah adalah satu-satunya pihak yang menguasai sumber data, informasi, pengetahuan, keahlian, serta dana. “Akibatnya akhirnya, proses legitimasi, dan penganggaran anggota DPRD terkesan ikut arus eksekutif saja sehingga pengawasan menjadi lemah” ujar Beliau.
KH Sadeli Karim sebagai pembica kedua mengatakan bahwa sesuai mekanisme, DPRD dipilih secara langsung oleh rakyat yang membawa konsekwensi anggota Dewan bisa dipilih bila banyak berinteraksi dengan konstituen. Sementara DPRD adalah mitra eksekutif. “Jadi wajar saja apabila Dewan hampir 70 persen adalah para pengusaha yang memiliki banyak uang sehingga lebih berpeluang duduk sebagai anggota Dewan dengan mengandalkan
uang bukan mengandalkan kualitas. Celakanya orang-orang yang mempunyai kualitas baik sebagai calon anggota legislative tidak mempunyai banyak dana tentu akan kesulitan dalam sosialisasinya.
Dalam seminar nasional ini seyogyanya anggota Dewan hadir untuk memberikan jawaban atas ketidakpuasan masyarakat dengan kinerja yang telah dihasilkannya. Sehingga seminar ini tampak tidak hidup karena tidak ada perdebatan mencapai solusi dari jawaban anggota Dewan, sehingga solusi dari pertanyaan mahasiswa yang hadir cukup diberikan oleh pembicara yang seyogyanya mengupas evaluasi kinerja DPRD Banten. Beberapa Mahasiswa salah satunya dari STIA Banten menanyakan “mengapa pembangunan didaerah terpencil terkesan lamban, kemana dana APBD yang sudah menjadi program pemerintah selama ini?
Menurut Lili Romli, pemerintah seyogyanya menyalurkan dana untuk pembangunan daerah secara merata, sehingga tidak terjadi ketimpangan pembangunan. Bukan hanya di kota yang terjadi pembanguna namun didesa-desa terpencil harus merasakan adanya pembangunan, ini namanya merata. Untuk itu kita patut pertanyakan kepada pemerintah kemana dana reses dialirkan. Dana reses inikan dari rakyat melalui APBD untuk pembanguna daerah. Ditambahkan oleh Sadeli Karim bahwa proses pembanguna yang lamban didaerah perlu dipertanyakan dengan jelas, apabila terjadi penyimpangan penggunaan dana reses maka kasus ini hendaknya diusut tuntas bahkan semestinya dibawa keranah hukum.
III. Kesimpulan
• Anggota Dewan Provinsi Banten lebih mengutamakan kepada isu politik ketimbang Pembangunan Daerah terpencil.
• Anggota Dewan Tidak maksimal dalam menjalankan amanah rakyat, sehingga masih banyak rakyat miskin yang tidak tertanggulangi kemiskinannya.
• Anggota Dewan Provinsi Banten lebih mengutamakan kepentingan partainya daripada kepentingan rakyat jelata.
IV. Penutup
Demikian hasil dari bahasan, kesimpulan dan rekomendasi seminar nasional Administrasi Negara STIA Banten dengan tema : Evaluasi Kinerja DPRD Provinsi Banten periode 2009 -2014 terhadap Pembangunan daerah yang diselenggarakan di STIA Banten. Kegiatan ini dislenggarakan semata-mata pada semangat kebersamaan agar tercipta satu tatanan pengelolaan masyarakat di Banten yang responsif dan adaptif terhadap kepentingan masyarakat serta dapat dipertanggungjawabkan
Dibuat oleh Maryatul Kibtiyah / AP 201010398
No comments:
Post a Comment