HEBATNYA SHALAT GENERASI SHALEH DAHULU
‘Umar pingsan ketika ia ditikam, dan berdasarkan al-muswar
bin makhramah, (bahwa ia berkata) “tidak ada yang dapat membangunkannya kecuali
adzan, jika ia masih hidup”.
Mereka mengatakan kepadanya,
“Sholat telah usai, hai amirul mukminin!”
Maka ia bangun dan mengatakan,
“Sholatlah, demi Allah! sesungguhnya tidak ada bagian dalam
islam bagi siapa saja yang meninggalkan sholat.”
(al-muswar berkata) “Dia menunaikan sholat sedangkan luka
yang dideritanya mengucurkan darah.”
[Sifat as Safwah 2/131, As Siyar 5/220]
Setelah Ar-Rabi’ bin Khaytham lumpuh, ia masih tetap pergi
ke mesjid dengan dibantu dua orang lelaki. Dikatakan kepadanya:
“Hai Abu Yazid! Kamu memiliki udzur untuk mendirikan sholat
di rumahmu.”
Ia menjawab:
“Benar, tapi aku mendengar ajakan “hayya ‘alal falaah”
(marilah kita menuju kemenangan), dan aku kira, bagi siapa yang mendengar hal
ini, seharusnya menjawabnya walaupun dengan merangkak!”
[Hilyat al Awliya 2/113]
Adi bin Hatim (radhiallohu ‘anhu) mengatakan:
“Setiap kali datang waktu sholat, maka ia mendatangiku
ketika aku bersemangat melakukannya dan aku siap untuk melakukannya (telah
menyempurnakan wudhu).
[Az Zuhd by Ahmad, p. 249]
Abu Bakar bin Abdulloh Al-Muzani mengatakan,
“Siapa yang sepertimu, Hai Anak Adam, kapanpun kamu
mengharapkan sesuatu, gunakanlah air untuk berwudhu, pergilah ke tempat
shalat(mu) dan kemudian rasakanlah kehadiran Rabb-mu tanpa adanya penerjemah
atau halangan antara dirimu dan diriNya.”
[Al Bidayah wa an Nihayah 9/256]
Abul Aliyah mengatakan,
“Aku akan bepergian beberapa hari untuk menemui seseorang,
dan yang pertama kali akan kulihat darinya yaitu sholatnya. Jika ia mendirikan
sholat dengan sempurna dan tepat waktu, maka aku akan bersamanya, dan mengambil
ilmu darinya. Jika kutemukan ia tidak memperdulikan sholat, maka aku akan
meninggalkannya dan mengatakan kepada diriku bahwa selain daripada itu
(sholat), pastilah dia lebih tidak peduli lagi”
Salah seorang salaf mengatakan,
Ketika Ali bin Al-Husain menyempurnakan wudhunya, rona-
wajahnya berubah. Maka keluarganya menannyakan kepadanya tentang hal ini, maka
ia menjawab,
“Tahukah kamu Siapa yang kelak akan ku temui?”
Yazid bin Abdulloh ditanya, ”
Apakah sebaiknya kita menambahkan atap kepada mesjid kita
ini?” maka ia menjawab, “murnikanlah hatimu maka mesjidmu akan mencukupkanmu”
[Hilyat al Awliya 2/312]
Adi bin Hatim (radhiallohu ‘anhu) mengatakan,
“Sejak aku menjadi seorang muslim, aku selalu memastikan bahwa
aku telah berwudhu ketika adzan dikumandangkan”
[As Siyar 3/160]
Ubayd bin Ja’far mengatakan,
“Aku tidak pernah melihat pamanku, Bishr bin Masnur,
melewatakan takbir pertama (takbiratul ihram)…”
[Sifat as Safwah 3/376]
Ibnu Sama’ah berkata,
“Selama empat puluh tahun, aku hanya sekali melewatkan
takbir tahrimah (takbir pertama), yaitu ketika wafatnya ibuku”
[As Siyar 10/646]
Sufyan bin ‘Uyaynah berkata,
“Termasuk menghormati sholat yaitu datang sebelum iqomah
dikumandangkan”
[Sifat as Safwah 2/235]
Maymun bin Mahran terlambat datang ke mesjid dan ketika
orang-orang memberitahunya bahwa mereka telah menyempurnakan (menyelesaikan)
sholat, maka ia mengatakan,
“Inna lilaahi wa inna ilayhi rååji’uun… (Kita semua adalah
milik Allah, dan kepadaNya lah kita akan kembali)! Aku lebih memilih hadir
untuk sholat berjama’ah ketimbang menjadi gubernur iraq!”
[Mukashafat al Qulub p 364]
Yunus bin ‘Abdulloh mengatakan,
“Apa yang terjadi padaku? Ketika aku kehilangan ayamku, aku
merasa khawatir, tapi ketika aku melewatkan sholat berjama’ah, itu tidak
menjadikanku bersedih hati”
[Hilyat al Awliya, 3/19]
Umar mengatakan, ketika ia berdiri diatas mimbar,
“Orang-orang mungkin memiliki rambut putih dalam islam (–
disebabkan karena ia telah lama memeluk islam (muslim) sampai ia berumur
lanjut–), belum pernah menyempurnakan satu pun ibadah kepada Allah Yang Maha
Agung! diapun ditanya “kenapa begitu?” Ia mengatakan, “Ia tidak menyempurnakan
sholatnya, karena sholat diperlukan adanya khusyu’, khidmat (sungguh-sungguh),
serta menghadirkan hatinya kepada Allah”
[Al-Ihya 10/202]
Hammad bin Salamah mengatakan,
“Aku tidak pernah berdiri untuk sholat tanpa membayangkan
bahwa jahannam ada dihadapanku”
[Tadhkirat al Huffadh 1/219]
Muadz bin Jabal menasehati anaknya,
“Hai anakku! Sholatlah seperti sholatnya orang yang akan
pergi, dan bayangkanlah bahwa engkau tidak akan sholat lagi. Ketahuilah, bahwa
seorang muslim itu mati diantara dua kebaikan, satu keika ia mengerjakan
(kebaikan/ibadah)nya, dan satu lagi ketika ia sedang berniat mengerjakannya.”
[Sifatush Shafwah 1/496]
Bakar Al-Muzani berkata,
“Jika engkau ingin sholatmu bermanfaat bagimu, katakan
kepada dirimu, “aku tidak akan memiliki kesempatan untuk melaksanakan sholat
lagi (sholat berikutnya)”
[Jami` al `Ulum wal Hikam, p 466.]
Shubrumah mengatakan,
“Kami menemani Karz Al-Haritsi ketika safar. Kapansaja ia
menentukan tenda dalam satu daerah, ia sering kali mengeceknya dengan seksama,
dan ketika ia menemukan tanah yang ia suka, maka ia akan pergi kesana dan terus
sholat disana, hingga telah datang waktu untuk meninggalkannya (tempat
tersebut).”
[Sifat as Safwah 3/120]
Al-Qosim bin Muhammad mengatakan,
“Kapansaja aku berjalan pada waktu pagi, Aku selalu menemui
‘A-isyah radhiallohu ‘anha (bibinya), dan menyapanya. Suatu ketika, aku
mendapatinya sedang melaksanakan sholat dhuha, membaca ayat ini berulang-kali,
menangis dan memohon kepada Allah, “Maka Allah memberikan karunia kepada kami
dan memelihara kami dari azab neraka. (At-Tur 52:27)” Aku tetap berdiri, hingga
aku merasa bosan, maka aku meninggalkannya, dan pergi kepasar untuk melakukan
sesuatu, dan mengatakan kepada diriku, “ketika aku menyelesaikannya, maka aku
akan kembali (ke kediaman ‘a-isyah radhiallohu ‘anha). Ketika aku
menelesaikannya, aku masih mendapatinya berdiri didalam sholatnya, membaca ayat
yang sama, menangis dan memohon kepada Allah”
[Al Ihya 4/436]
Maymun bin Hayyan mengatakan,
“Aku tidak pernah melihat Muslim bin Yasar menggerakkan
kepalanya ketika ia sedang sholat, apakah sholat yang ringan maupun panjang.
Pernah sekali, ada salah satu bagian mesjid yang runtuh, bunyi reruntuhan itu
sampai-sampai menyebabkan orang-orang dipasar ketakutan, sedangkan ia, tidak
takut, bahkan tidak menggerakkan kepalanya dan tetap dalam sholatnya”
[Az Zuhd by Imam Ahmad p 359]
Salah seorang salaf mengatakan,
“Aku menemani ‘Atho bin Robah selama delapanbelas tahun.
Ketika ia tua renta, ia sering berdiri dalam sholatnya dan membaca sekitar DUA
RATUS AYAT dari surat al-baqoroh sambil berdiri dengan teguh dan mantap,
sampai-sampai tidak ada anggota tubuhnya terlihat bergerak”
[As Siyar 5/87, Sifat as Safwah 2/213]
Abu Bakar bin ‘Aiyash mengatakan,
“Jika engkau melihat Habib bin Abu Tsabit dalam sujudnya,
maka kamu akan mengira ia telah wafat karena lamanya sujudnya.”
[As Siyar 5/291]
Ali bin Al-Fudhoil berkata,
“Aku melihat Ats-Tsauri dalam sujudnya ketika ia sholat, dan
aku pun melaksanakan tawaf mengelilingi ka’bah tujuh kali sampai ia mengangkat
kepalanya dari sujudnya”
[As Siyar 7/277]
Ketika Hatim Al-Asamm ditanyakan tentang sholatnya, ia
mengatakan,
“Ketika telah dekat waktu untuk sholat, maka aku
menyempurnakan wudhuku, dan pergi kemana aku akan melaksanakan sholatku
(mesjid). Kemudian aku berdiri dan sholat, membayangkan bahwa ka’bah ada dihadapanku,
surga ada disebelah kananku, neraka ada disebelah kiriku, dan malaikat maut ada
dibelakangku. Aku membayangkan bahwa itulah sholat terakhir yang akan aku
kerjakan, aku berdiri dengan penuh harap (terhadap Jannah-Nya dan pahala-Nya).
dan takut (Neraka-Nya) dan mengumandangkan takbir disertai niat yang tulus dan
ikhlas. Aku membacakan al-qur’an dengan pelan, aku ruku’ dengan merendahkan
hati, kemudian sujud dengan khusyu’ dan kemudian duduk diatas kaki kiriku,
dengan kaki kiriku terbaring ditanah dan meluruskan kaki kananku (iftirasy’)
dan sholat dengan penuh keikhlasan. Kemudian, aku tidak tahu apakah sholaku
telah Diterima-Nya.
No comments:
Post a Comment